Sabtu, 22 September 2018

Jatuh Cinta dengan Kesakitan

Banyak orang bilang, ketika hatimu mulai merasakan cinta, semua akan terasa indah. Sayur yang tak pakai garam pun rasanya akan mewah seperti makanan di restoran bintang lima. Jatuh cinta akan membuat matamu berseri sepanjang hari, senyum sumringah selalu terpancar dari wajahmu. Nafsu makanmu baik, berat badanmu juga akan bertambah saking bahagianya, walaupun hingga saat ini aku belum menemukan korelasi yang pas antara jatuh cinta dan berat badan.  Ah, pokoknya, kebanyakan orang menggambarkan jatuh cinta itu seolah-olah hal yang paling indah di dunia.

Aku tersenyum kecut mendengar celotehan ‘menjijikkan’ dari orang-orang yang jatuh cinta. Mereka hanya sedang terlena, belum saja nanti kau merasakan kalau jatuh cinta itu ternyata pahit. Lebih pahit dari rasa yang paling pahit yang pernah ada sekalipun. Aku tidak mendoakan, aku hanya memberikan peringatan saja. Masalah kau menerima atau tidak, itu urusanmu. Tapi yang jelas, aku sudah merasakannya berkali-kali.

Keindahan jatuh cinta memang pernah aku rasakan. Chat sampai larut pagi, membahas apa saja yang sebenarnya tidak penting. Saling mengirimkan gambar diri sendiri. Mempersiapkan kado ulang tahun. Menonton bioskop. Saling mencuri kulit ayam ketika sedang makan bersama. Pergi ke taman bunga. Pergi ke kebun raya. Pergi ke kebun binatang. Pergi ke museum. Pergi melihat air terjun. Pergi ke toko buku. Mengantarku pulang ke rumah dan bertemu kedua orangtuaku. Naik motor berdua ketika diguyur hujan deras. Menarik tanganku ke depan lalu memeluknya dari belakang ketika naik motor. Mencubit hidung. Memegang tanganku ketika aku mulai panik. Saling bertatapan. Ah tidak! Aku masih ingat jelas bagaimana matanya menatapku dengan senyumnya yang begitu membius, yang lama tak pernah ku lihat lagi. Rasanya aku rindu…….. Tidak. Cukuplah sampai sini bernostalgianya. Aku tak mau hatiku semakin hancur dibuatnya.

Ya, hancur. Bagaimana tidak, tanpa pernah kuduga, orang yang kuanggap paling membuatku bahagia telah menjelma menjadi seorang raja tega. Entah apa maksudnya, aku pun tak tahu. Hingga saat inipun aku masih tak mengerti apa yang sebenarnya telah terjadi. Dia tak pernah lagi berbicara padaku. Berbulan-bulan kuhabiskan malam panjang dengan berpikir, apakah aku telah melakukan suatu kesalahan sehingga membuat dia seperti itu? Tapi hingga kini aku tak pernah mendapat jawaban darinya, apalagi dari diriku sendiri yang hanya bermodalkan renungan malam.

Dia menjadi begitu dingin. Tak pernah menyapaku, itu sebabnya pasti aku yang selalu menyapanya lebih dulu. Setiap kali kuajak bertemu, dia selalu menolak dengan seribu satu alasan. Aku tak tahu apakah alasan itu benar, atau hanya karangannya sendiri, tapi aku selalu berusaha untuk percaya.
Aku menjadi seperti orang paling bodoh di dunia. Sudah jelas-jelas dia tak akan menghubungiku, masih saja kutunggu. Sudah jelas-jelas dia tak ingin bertemu, masih saja aku merengek. Sudah jelas-jelas dia tak butuh aku lagi, masih saja berlagak untuk selalu ada. Sudah jelas-jelas dia tak mau aku datang, masih saja kurelakan waktuku terbuang sia-sia hanya untuk menemuinya. Sudah jelas-jelas dia tak mau mendengarkan lagi, masih saja memintanya untuk mendengarkan. Sudah jelas-jelas dia menginginkanku pergi, masih saja bertahan. Sudah jelas. Terlalu jelas.

Betapa keras usahanya untuk menghancurkan hatiku. Dia berhasil. Aku telah hancur sehancur-hancurnya. Kesabaranku runtuh. Tangisku meledak. Bahkan ketika kubilang bahwa aku akan mengabulkan harapannya – harapan agar aku pergi – aku  meledak sejadi-jadinya. Bukan berlebihan. Tapi coba kau rasakan ketika kau sudah banyak menaruh harapan kepadanya, dia mematahkan semuanya. Ketika kau sudah begitu percaya bahwa masa depanmu adalah dia, dia malah memintaku untuk pergi.

Patah. Sakit. Hancur. Lebur. Sepertinya aku takkan pernah bisa menggambarkan bagaimana perasaan sakit itu. Saking sakitnya. Rasanya tak pernah aku berada di titik sesakit ini. Bagaimana tidak, semua karena aku juga tak pernah merasakan cinta yang sedalam ini, seserius ini. Bahkan higga hari ini. Hatiku memang hancur, tapi cintaku tidak.

Aku tak bisa mengerti diriku. Bagaimana bisa aku masih merasa bahwa esok akan baik-baik saja dan kembali bersama dia? Entah imajinasi gila apa yang sudah merasuk dalam pikiranku. Sudah tahu sakit, masih saja berharap bisa bersamanya lagi. Masih saja meminta kepada Tuhan agar suatu saat dipersatukan lagi. Memang gila. Sahabatku pun memakiku demikian.

Entah ini firasat baik atau aku hanya tenggelam dalam imajinasi yang kuciptakan sendiri. Aku sadar dia telah begitu menyakitiku, tapi aku masih yakin dan ingin tetap bertahan dengan dia. Sahabatku bertanya, “Kenapa kau begitu tega menyakiti diri sendiri? Tak cukupkah kau disakiti dia?”. Aku tertawa. Jelas sangat cukup sekali dia menyakitiku, tapi rasa yakinku pada dia masih mengalahkan semuanya. Jangan tanya kenapa, karena aku tak akan pernah bisa menjawab.

Yang kutahu hanyalah aku dan dia akan tetap baik-baik saja, selama bersama. Yang kuhadapi saat ini kuanggap hanya ujian dari Tuhan. Tuhan mengujiku, seberapa kuat aku bisa mempertahankan perasaan cintaku. Ah, atau mungkin Tuhan sedang menguji kami berdua. Tuhan ingin menguji, sampai sejauh mana aku dan dia bisa melewati ketidaknyamanan yang sedang melanda hubungan kami. Tapi sayang, dengan dia memintaku pergi, itu artinya dia kalah. Atau mungkin, kekalahan dia juga masih bagian dari ujian? Tuhan ingin menguji, apakah aku masih bisa mempertahankan cinta ini meskipun dia telah memintaku pergi, dan apakah dia sanggup untuk melangkah dengan meninggalkan hati yang tak hanya dibuat patah, tapi juga hancur lebur karenanya.

Aku, kau, dia, mereka, semua tak pernah ada yang tahu, kecuali Tuhan. Dan yang kutahu saat ini hanyalah, aku masih sangat mencintai dia yang telah membuatku hancur dan menangis setiap malam. Maka, jatuh cinta menyenangkan itu dusta. Buktinya, hari ini aku jatuh cinta dengan sangat kesakitan.

Ciputat, 22 September 2018.

Sabtu, 08 September 2018

Bagaimana Mungkin

Bagaimana mungkin kau merasa baik-baik saja sedangkan ada hati yang kau buat hancur berantakan?

Bagaimana mungkin kau bisa merasa tentram sedangkan ada hati yang kau taburkan benih pengharapan di dalamnya, lalu kau tinggalkan begitu saja ketika harapan-harapan itu sudah tumbuh dengan baik?

Bagaimana mungkin kau bisa istirahat dengan nyaman sedangkan ada hati yang setia menunggu sapamu barang sedetik?

Bagaimana mungkin kau bisa tidur nyenyak sedangkan ada raga yang rela terjaga dan tak bosan menyebut namamu di sepertiga malam meski kau sakiti berkali-kali?

Kau Dulu Berwarna Pelangi

Kau dulu berwarna pelangi
Setiap luka kau ganti dengan kebahagiaan setiap hari
Tak pernah gagal membuatku tersenyum manis
Kau dulu indah sekali
Dengan senyum yang menyejukkan hati
Bahagiaku bersamamu seolah tak pernah habis

Kini, aku memandangmu bagai orang asing
Tak lagi ku temukan warna pelangi dalam dirimu
Yang ada sekarang hanya kelabu
Aku seperti orang sakit karena masih enggan berpaling
Mungkin karena aku yang terlalu mencintaimu
Atau kau yang selama ini hanya memberikan harapan palsu

Semakin sakit, semakin menusukku dalam sekali
Sangat ingin kukatakan tapi aku tak punya nyali
Jadi kubungkus rasa sakit ini dengan bahagia yang semu
Aku yakin kau tahu, tapi kau tak mau peduli
Dan tak ada sedikitpun niatmu untuk memperbaiki
Sedang aku, dengan gilanya masih bertahan mencintaimu 

Aku Pamit.

Sangat ingin tahu kabarmu lalu berkata aku rindu. Tapi rasanya aku sudah lelah jadi perempuan tak tahu diri. Sudah tahu rinduku sepihak, ma...