Sabtu, 04 Juli 2015

Gantungkan Mimpimu di Angkasa!

Terkadang kita selalu bermimpi tentang sesuatu yang seringkali dinilai orang lain sebagai mimpi yang terlalu tinggi. Tapi ingatlah, tak pernah ada mimpi yang terlalu tinggi. Apapun yang kita impikan, selagi kita percaya akan kekuatan do’a dan ikhtiar, maka mimpi tersebut akan terwujud.
Namun terkadang, banyak orang yang takut bermimpi. Mungkin mereka berpikir, “ah aku bukan dari keluarga kaya”, “nilaiku di sekolah tidak bagus” atau “tidak usah bermimpi terlalu tinggi, nanti bisa gila jika gagal meraihnya”. Ayolah kawaaaaan, itu pernyataan kuno!
Jika kau merasa kehidupanmu saat ini kurang baik, maka kau harus mulai memperbaikinya sekarang agar kau mempunyai masa depan yang baik. Seperti yang Bill Gates katakan, bahwa “if you born poor, it’s not your mistake. But if you die poor, it’s your mistake.”
Aku selalu ingat pepatah yang mengatakan bahwa jika kau harus mengantungkan mimpimu setinggi-tingginya ke angkasa. Jadi, meskipun ketika kau terjatuh dalam meraihnya, kau akan terjatuh diantara jutaan bintang yang sinarnya luar biasa terang. Bayangkan jika kau hanya menggantungkan mimpimu setinggi pohon. Jika kau terjatuh, tentu saja kau akan kembali ke tanah.
Tanamkanlah kepercayaan dalam dirimu bahwa kau bisa meraihnya dan jangan pernah lupa untuk berdo’a pada Allah. Ingatlah, Allah tak akan pernah mengkhianati hamba-Nya yang selalu percaya pada-Nya. Takdir Allah tak akan pernah mengecewakan hamba-Nya. Aku sudah membuktikannya, percayalah!
Sejak kecil aku senang menulis. Aku sering menulis cerpen yang kemudian aku minta teman-temanku untuk membacanya dan mereka menyukainya. Suatu hari, aku bercita-cinta ingin menjadi seorang jurnalis. Aku berusaha belajar dunia jurnalistik dengan mengikuti ekstrakurikuler Jurnalistik di sekolahku dan mengikuti berbagai pelatihan Jurnalistik.
Ketika aku hampir lulus SMA, aku mendaftar ke perguruan tinggi lewat berbagai macam jalur. Aku mengkuti seleksi SNMPTN, di seleksi itu aku memilih prodi Kimia-IPB karena aku suka sekali kimia, Silvikultur-IPB (aku tidak tahu kenapa memilih ini, yang jelas ketika meilihat reviewnya sepertinya menarik) dan Jurnalistik-UNPAD di pilihan terakhir. Jujur, aku sangat pesimis untuk dapat diterima di pilihan satu atau dua. Aku optimis masuk Jurnalistik. Aku sangaaat optimis. Namun, ketika pengumuman dibuka, aku tidak lolos di ketiganya. Rasa kecewa tentu ada. Aku menangis. Aku tak berani menatap kedua orangtuaku waktu itu. Aku merasa sangat bersalah karena telah mengecewakan mereka. Tapi aku percaya rencana Allah pasti lebih indah. Aku percaya aku bisa mengganti kekecewaan mereka dengan senyuman bahagia. Aku percaya.
Kemudian aku mendaftar SPAN-PTKIN (semacam SNMPTN tapi khusus UIN/IAIN). Aku menempatkan Jurnalistik-UIN Syahid Jakarta di pilihan pertama, Pengembangan Masyarakat-UIN Syahid Jakarta, dan Pendidikan Kimia-UIN SGD Bandung. Untuk seleksi kali ini, entah kenapa aku sangat optimis. Rasanya sangat berbeda ketika aku mendaftar SNMPTN. Aku tak pernah lupa berdoa, ku selipkan Jurnalistik di setiap do’aku. Aku selalu membaca artikel-artikel tentang UIN Syahid Jakarta. Aku sangat optimis aku bisa lolos meskipun aku tak pernah bercita-cita untuk masuk UIN.
Hari pengumuman tiba. Aku membuka situs SPAN-PTKIN dengan perasaan yang sangat tenang. Tidak seperti saat melihat pengumuman SNMPTN sampai tanganku gemetar dan jantungku dag-dig-dug tak karuan. Kali ini aku tenaaaang sekali dan MasyaAllah! Aku lolos di pilihan pertama. Ya, Jurnalistik-UIN Syahid Jakarta. Aku langsung memberitahu kabar gembira ini pada orangtuaku dan mereka terlihat sangat bahagia. Aku berhasil. Aku berhasil telah mengganti kekecewaan itu. Aku sangat bersyukur padaMu, ya Allah.
Sejenak aku berpikir, kenapa Allah memilihkan Jurnalistik-UIN Jakarta padaku. Kenapa bukan Jurnalistik-UNPAD? MasyaAllah, saat itu juga aku menyadari bahwa Allah sangat menyayangiku.
Jika melihat pengalamanku ke belakang, ketika aku akan masuk SMP. Aku bercita-cita masuk SMPN favorit. Namun gagal, aku malah masuk SMPIT waktu itu. Kemudian, ketika aku akan masuk SMA, aku pun bercita-cita masuk SMAN favorit. Tapi aku gagal juga, aku malah masuk MAN. Dan ketika aku bercita-cita masuk PTN favorit seperti UNPAD dan IPB, aku malah masuk UIN.
Rasa syukur yang tak terkira atas nikmat yang luar biasa dari Allah. Jika aku tidak masuk SMPIT saat itu, belum tentu aku yang sekarang mengenakan jilbab, belum tentu aku menemukan teman-teman dan guru-guru yang selalu membimbingku ke syurga. Jika aku tidak masuk MAN, mungkin aku akan tergoda melepas jilbab karena di SMAN tentu akan banyak teman-teman yang tidak berjilbab. Jika aku tak masuk MAN, mungkin aku akan jauh dari Allah. Dan Allah menempatkanku di UIN, di universitas yang sangat kental keislamannya. Subhanallah, betapa Allah menyayangiku. Betapa Allah tidak ingin aku jauh dari-Nya.
Aku sudah mempunyai banyak sekali kenalan sesama mahasiswa baru di UIN. Subhanallah, diantara mereka banyak yang hafidz Al-Qur’an. Jago berbahasa arab dan selalu mengajakku untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi. Ya, lagi-lagi aku dipertemukan dengan teman-teman yang akan mengajakku ke syurga. Jika aku tidak masuk UIN, mungkin aku tidak akan menemukan teman-teman sehebat mereka. Subhanaallah, inilah bukti bahwa rencana Allah akan selalu lebih indah dan tak pernah mengecewakan hambaNya yang percaya.

Aku sudah menggantungkan mimpiku tinggiiiiii sekali di angkasa. Meskipun aku tak sampai meraihnya, tapi aku mendapatkan bintang  yang cahayanya sangaaaaaaat terang. Jadi, masih adakah diantara kalian semua yang masih meragukan kekuatan do’a dan ikhtiar dalam meraih cita-cita kalian? 

Aku Pamit.

Sangat ingin tahu kabarmu lalu berkata aku rindu. Tapi rasanya aku sudah lelah jadi perempuan tak tahu diri. Sudah tahu rinduku sepihak, ma...