Rabu, 24 April 2019

Sinting, Katanya.

"Kenapa kau tak bosan-bosan mencari dia? Padahal kau tahu sendiri, dia sudah sangat berubah. Dia tak peduli lagi padamu."

"Mungkin karena aku telah menjadikannya rumah. Seberapapun menyebalkan rumah itu, kau tak akan pernah bosan pulang. Kau pasti pulang."

"Lalu, apakah menurutmu dia menjadikanmu rumah juga?"

"Mungkin tidak. Aku hanya sebatas tempat singgah yang bisa ditinggalkan kapan saja ketika dia mulai jenuh."

"Kau tahu kau hanya tempat singgah. Kenapa kau tetap jadikan ia rumah?"

"Aku tidak tahu."

"Kurasa kau mulai sinting."

"Kau berbicara begitu karena kau tidak pernah sedalam ini ketika mencintai seseorang."

"Oh, sekarang aku yakin kau benar-benar sinting."

"Terserah."

"Ya Tuhan, apa yang harus kulakukan agar sahabatku ini bisa sembuh dari kesintingannya."

"Sebenarnya sederhana saja. Sosok dia hadir di depan mataku sekarang juga."

"Lalu apa yang akan kau lakukan?"

"Aku akan menampar wajahnya sekeras mungkin, kemudian memeluknya dan menangis di dalamnya."

"Kenapa? Kalau ingin tampar, tampar saja. Tidak usah kemudian memeluknya."

"Tidak bisa begitu. Aku membenci dia, karena itulah aku akan menamparnya. Tapi aku pun tak bisa berbohong bahwa aku tetap mencintainya. Jadi, aku harus tetap memeluknya. Aku pasti akan sangat bersalah karena telah menyakiti wajahnya dengan tamparanku itu."

"Keterlaluan. Kau bilang akan merasa bersalah karena telah menyakiti wajahnya? Kau tidak berpikir bahwa dia sepertinya tak merasa bersalah setelah menyakiti hatimu dan membuatmu menjadi sinting begini."

"Aku tidak peduli itu. Bukan urusanku. Urusanku cuma satu; mencintainya."

"Dasar budak cinta."

"Kau berkata begitu karena kau belum.."

"Ya, aku belum pernah mencintai seseorang sedalam kau mencintai dia."

"Akhirnya kau mengerti." 

"Terpaksa harus kumengerti. Sebab orang sepertimu tak mempan diberi nasehat apapun."

"Kau benar."


-Sebuah percakapan bersama kawan di Ciputat, 24-04-2019-

Jumat, 19 April 2019

Abadi Bersamamu

Aku pernah bermimpi tentang pernikahan bersamamu
Kau pasangkan cincin itu di jari manisku
Semua mata tertuju pada kita yang bersanding di pelaminan
Kita tersenyum dengan tangan yang erat bergenggaman

Aku pernah bermimpi menghabiskan sisa hidup bersamamu
Setiap pagi dan malam kulihat kau disisiku
Di rumah kita yang sederhana, bersama buah hati kita
Hingga rambut kita memutih, hingga kita sama-sama tua

Tak ada yang lebih kuinginkan selain bersamamu, sayang
Berdua mengarungi kehidupan
Bahkan sampai di keabadian
Di kehidupan setelah kematian

Ciputat, 19-04-2019

Selasa, 16 April 2019

Sampai Kapanpun, Aku Menunggumu

Rasa ini tak kunjung memudar
Rindu ini tak pernah mereda
Aku masih setia menatapmu dari kejauhan
Memastikan kau bahagia dan baik-baik saja
Tersiksa hatiku kala tak mampu menyapamu
Tak juga kulihat kau menujuku
Malah kau semakin hilang
Tapi kau tinggalkan sejuta kenang
Kau tahu? Sejauh apapun kau pergi,
Sepertinya aku akan tetap di tempatku
Menunggumu pulang
Menanti cerita perjalananmu
Jika hari itu datang,
Aku akan memelukmu erat
Seerat-eratnya, selamanya
Sampai kita kehabisan nafas.

Ciputat, 16-04-2019

Jumat, 12 April 2019

Singgah di Kotamu, Sesak.

Singgah di kotamu, aku tak sanggup bernafas.
Jejak kenangan kita masih terus terbayang.
Padahal seberapapun rindu, pasti akan kau hempas.
Perih di hatiku makin menjadi,
Menggerogoti jiwa yang hampa menyaksikanmu tak kunjung datang.
Kini, setiap kudengar namamu, kotamu, atau segala hal kesukaanmu, dadaku terasa begitu sesak.
Sungguh, bukannya aku mengada-ngada.
Tapi beginilah rasanya ketika kau kehilangan seseorang yang kau cintai dan sangat berharga di hidupmu.

Semoga kelak kau tak merasakan sakit sesakit hatiku saat ini. Biar aku saja, kau harus tetap bahagia. Aku mencintaimu.

Stasiun Cikarang, 12-04-2019.

Kamis, 04 April 2019

Sebuah Catatan Patah Hati

Aku merindukanmu hingga hampir sekarat
Sementara kau kian hari kian membangun sekat
Hingga tak ada lagi yang mampu ku perbuat
Sampai kapanpun aku tak akan terlihat

Aku masih berdiri menunggumu di persimpangan
Berharap kau kembali menjadikanku tujuan
Rasa sakit ini terus membunuhku perlahan
Tatkala kau semakin jauh dari jangkauan

Mungkin semua orang akan memakiku perempuan dungu
Begitu keras kepala terus-terusan menunggumu
Susah payah berjuang demi lelaki sepertimu
Dan kau, mungkin menganggapku pengganggu

Aku tahu betul resiko buruk yang mungkin terjadi
Bisa jadi kau malah menunggu perempuan lain lagi
Bisa jadi kau memang tak berniat kembali
Bisa jadi kau sangat berharap aku segera pergi

Tapi maafkanlah perempuan egois tak tahu diri ini
Yang kerap merindukanmu setengah mati
Yang tak pernah mau kisah kita tersudahi
Lagi pula, bagaimana bisa aku pergi jika kau tetap jadi yang kuingini?

Ciputat, 04-04-2019

Aku Pamit.

Sangat ingin tahu kabarmu lalu berkata aku rindu. Tapi rasanya aku sudah lelah jadi perempuan tak tahu diri. Sudah tahu rinduku sepihak, ma...