Selasa, 28 Mei 2019

Aku Pamit.

Sangat ingin tahu kabarmu lalu berkata aku rindu. Tapi rasanya aku sudah lelah jadi perempuan tak tahu diri. Sudah tahu rinduku sepihak, masih saja berusaha keras. Sungguh maafkan aku yang terlalu keras kepala dan dungu.

Terlebih, ketika aku melihat postinganmu yang terakhir. Kurasa, kamu sudah benar-benar bahagia sekarang. Tentu saja tanpa hadirku di sampingmu.

Aku tahu, cepat atau lambat, aku akan tergantikan. Sakit memang. Dadaku sesak. Jantung berdebar tak karuan. Harapku tak banyak, semoga dia kelak jadi perempuan yang bisa menerimamu dan keluargamu dalam segala kondisi. Dan, semoga kau bahagia bersamanya.

Baiklah, mungkin sampai kapanpun aku bukan perempuan yang kau mau. Mulai hari ini, aku pamit. Tak akan ada lagi tulisan-tulisan tentangmu, aku janji ini yang terakhir. Tak akan lagi aku mencarimu. Tak akan lagi aku menunggumu pulang. Tak akan lagi aku merengek pada Tuhan untuk memintamu kembali. Tak akan lagi bantalku basah setiap malam karena mengingatmu. Tak akan lagi aku menangisimu. Aku tak akan menantikanmu lagi. Aku sadar betul, ada cinta lain yang butuh disambut dan aku berhak bahagia tanpamu, seperti kau bahagia tanpaku.

Kini, saatnya aku berhenti mencari tahu keadaanmu, karena sekarang aku yakin tentu kau sangat baik-baik saja. Mulai hari ini, aku benar-benar telah merelakanmu. Aku ikhlas atas segala patah hatiku, aku ikhlas atas kenyataan bahwa kau memang bukan orang yang Tuhan ciptakan untuk menemaniku hingga hari tua nanti.

Aku sama sekali tak menyesal pernah bertemu dan mencintai kamu. Sebab kau membuatku nyaris sempurna dalam mencintai dan patah hati. Berkatmu, aku tahu aku telah menjadi perempuan kuat. Terimakasih. Semoga Tuhan melindungimu selalu.

Sukabumi, 28-05-2019

Minggu, 19 Mei 2019

Tak Ada yang Lebih Hebat

Lewat sepuluh hari tak menyapamu
Rupanya aku mampu lakukan itu
Meski rindu masih tetap berkecamuk
Meski hati masih terasa begitu sendu

Aku hanya bisa menatap potret dirimu
Aku juga selalu memperhatikanmu
Kau berada di jarak yang amat sulit kujangkau
Ah, lagi-lagi rindu membuatku risau

Kurasa aku tak pernah bisa berhenti
Merindukanmu selalu seirama denyut nadi
Kau begitu kusayangi dan kucintai
Benar-benar tanpa tapi

Semua tentangmu masih lekat di ingatan
Tentang senyummu yang memabukkan
Tentang kata-katamu yang menenangkan
Juga genggam tanganmu yang buatku merasa aman

Sungguh, tak ada lagi rasa yang lebih hebat
Selain cintaku padamu yang tak kenal tamat
Padamu, hatiku terlanjur tertambat
Sejak hari itu, tak pernah sedikitpun berkarat

Ciputat, 19-05-2019

Jumat, 10 Mei 2019

Sia-Sia

Kerjamu merindu terus,
Perasaan itu memang paling berengsek!
Lantas siapa yang akan bertanggung jawab atas kesakitanmu?
Berhentilah merengek!

Otakmu benar-benar lumpuh
Jiwamu juga semakin lusuh
Hatimu sebentar lagi melepuh
Berhentilah menjadi rapuh!

Jangan harap dia akan bertanggungjawab
Atas sakit yang membuatmu terjerembab
Penyebab sakit adalah dirimu sendiri,
Maka harusnya penyebab sembuh juga dirimu sendiri

Atau kau belum cukup puas
Melihat air matamu terus-terusan dikuras
Matamu bengkak tiap pagi harinya
Tapi dia tetap tak akan bertanya

Sungguh kau seorang yang menyedihkan
Air matamu, sia-sia
Waktumu, sia-sia
Tenaga dan kesabaranmu, sia-sia

Sukabumi, 10-05-2019

Minggu, 05 Mei 2019

Surat Untuk November

Kau tahu? Aku sungguh lelah. Benar-benar lelah. Rasanya semakin hari rasa sakit ini semakin menyiksa. Bantalku basah setiap malam, sebab menangis sebelum tidur sepertinya sudah jadi hobiku sejak kau tak lagi sama. Perih hatiku belum sembuh juga, obatnya cuma kamu, tak ada lagi. Beberapa orang mencoba mendekati tapi aku tak membuka pintu. Tahukah kamu? Pintu itu akan terbuka hanya jika kamu pulang. Sungguh, aku menunggumu pulang, sayang. Sedang apa kau di sana? Apa kau temukan perempuan lain sehingga kau tak mau pulang juga? Sudahkah kau pastikan bahwa dia akan setia mencintaimu lebih dari aku mencintaimu? Sudahkah kau pastikan dia akan menerima segala yang ada pada dirimu seperti aku menerimamu? Karena kau, benar-benar telah menjadi bagian terbaik dalam hidupku.

Sayang, kupastikan tak ada yang mencintaimu seperti aku padamu. Tak ada yang seperti aku, tetap bertahan menantimu pulang meski hatiku telah tersakiti berkali-kali. Tetap mendoakan kebaikanmu meski diabaikan berkali-kali.

Aku benar-benar menantikan pertemuan denganmu lagi. Meski kutahu, justru mungkin kau berharap tak bertemu aku lagi. Sayang, kuharap kau ingat apa yang kita sama-sama katakan pada satu malam di bulan November. Kita akan bersama menjadi lebih baik. Aku yakin lelaki sepertimu pasti tak akan berdusta dengan kata-katanya. Aku akan selalu berusaha memperbaiki diriku, menjadi seorang wanita yang kau banggakan. Begitu pula kau, akan selalu jadi lelaki terbaik yang kubanggakan.

Coba kau pikir; meski kau tak sama lagi sejak sekitar setahun lalu, tapi aku padamu masih sama. Dulu, aku mencintaimu dari jauh, sekarang pun lagi-lagi aku harus mencintaimu dari jauh. Bedanya, dulu kau adalah seorang lelaki yang hangat, sementara sekarang kau telah berubah menjadi sangat dingin. Lantas, setelah kau berubah, apakah aku pergi? Ya, mungkin aku pernah bilang aku akan pergi. Tapi, nyatanya aku tak pernah benar-benar pergi. Meski tidak menghubungimu, aku masih menghubungi Tuhan dan meminta padaNya untuk selalu menjagamu, kapanpun, dimanapun.

Dear Novemberku, aku mencintaimu bahkan sejak sebelum pertemuan pertama terjadi. Hingga hari ini, ketika kau berusaha menjadi asing lagi, aku tetap mencintaimu. Pulanglah sayang, pintu ini akan selalu terbuka untukmu. Mari mulai lagi semuanya dari awal dan saling bercerita tentang apa yang telah masing-masing kita lewati selama tak seiring. Kemudian, kita perbaiki semuanya dan berjalan beriringan lagi sampai kita tua, mati dan memiliki rumah abadi di surga.

Jakarta, 05-05-2019

Rabu, 24 April 2019

Sinting, Katanya.

"Kenapa kau tak bosan-bosan mencari dia? Padahal kau tahu sendiri, dia sudah sangat berubah. Dia tak peduli lagi padamu."

"Mungkin karena aku telah menjadikannya rumah. Seberapapun menyebalkan rumah itu, kau tak akan pernah bosan pulang. Kau pasti pulang."

"Lalu, apakah menurutmu dia menjadikanmu rumah juga?"

"Mungkin tidak. Aku hanya sebatas tempat singgah yang bisa ditinggalkan kapan saja ketika dia mulai jenuh."

"Kau tahu kau hanya tempat singgah. Kenapa kau tetap jadikan ia rumah?"

"Aku tidak tahu."

"Kurasa kau mulai sinting."

"Kau berbicara begitu karena kau tidak pernah sedalam ini ketika mencintai seseorang."

"Oh, sekarang aku yakin kau benar-benar sinting."

"Terserah."

"Ya Tuhan, apa yang harus kulakukan agar sahabatku ini bisa sembuh dari kesintingannya."

"Sebenarnya sederhana saja. Sosok dia hadir di depan mataku sekarang juga."

"Lalu apa yang akan kau lakukan?"

"Aku akan menampar wajahnya sekeras mungkin, kemudian memeluknya dan menangis di dalamnya."

"Kenapa? Kalau ingin tampar, tampar saja. Tidak usah kemudian memeluknya."

"Tidak bisa begitu. Aku membenci dia, karena itulah aku akan menamparnya. Tapi aku pun tak bisa berbohong bahwa aku tetap mencintainya. Jadi, aku harus tetap memeluknya. Aku pasti akan sangat bersalah karena telah menyakiti wajahnya dengan tamparanku itu."

"Keterlaluan. Kau bilang akan merasa bersalah karena telah menyakiti wajahnya? Kau tidak berpikir bahwa dia sepertinya tak merasa bersalah setelah menyakiti hatimu dan membuatmu menjadi sinting begini."

"Aku tidak peduli itu. Bukan urusanku. Urusanku cuma satu; mencintainya."

"Dasar budak cinta."

"Kau berkata begitu karena kau belum.."

"Ya, aku belum pernah mencintai seseorang sedalam kau mencintai dia."

"Akhirnya kau mengerti." 

"Terpaksa harus kumengerti. Sebab orang sepertimu tak mempan diberi nasehat apapun."

"Kau benar."


-Sebuah percakapan bersama kawan di Ciputat, 24-04-2019-

Jumat, 19 April 2019

Abadi Bersamamu

Aku pernah bermimpi tentang pernikahan bersamamu
Kau pasangkan cincin itu di jari manisku
Semua mata tertuju pada kita yang bersanding di pelaminan
Kita tersenyum dengan tangan yang erat bergenggaman

Aku pernah bermimpi menghabiskan sisa hidup bersamamu
Setiap pagi dan malam kulihat kau disisiku
Di rumah kita yang sederhana, bersama buah hati kita
Hingga rambut kita memutih, hingga kita sama-sama tua

Tak ada yang lebih kuinginkan selain bersamamu, sayang
Berdua mengarungi kehidupan
Bahkan sampai di keabadian
Di kehidupan setelah kematian

Ciputat, 19-04-2019

Selasa, 16 April 2019

Sampai Kapanpun, Aku Menunggumu

Rasa ini tak kunjung memudar
Rindu ini tak pernah mereda
Aku masih setia menatapmu dari kejauhan
Memastikan kau bahagia dan baik-baik saja
Tersiksa hatiku kala tak mampu menyapamu
Tak juga kulihat kau menujuku
Malah kau semakin hilang
Tapi kau tinggalkan sejuta kenang
Kau tahu? Sejauh apapun kau pergi,
Sepertinya aku akan tetap di tempatku
Menunggumu pulang
Menanti cerita perjalananmu
Jika hari itu datang,
Aku akan memelukmu erat
Seerat-eratnya, selamanya
Sampai kita kehabisan nafas.

Ciputat, 16-04-2019

Aku Pamit.

Sangat ingin tahu kabarmu lalu berkata aku rindu. Tapi rasanya aku sudah lelah jadi perempuan tak tahu diri. Sudah tahu rinduku sepihak, ma...